Pembangunan
pertanian Indonesia berjalan lambat jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi
lainnya. Permasalahan fundamental tersebut salah satunya disebabkan oleh
tingkat
pendidikan sumber daya manusia petani yang rendah. Dari jumlah 26,14 juta petani di tahun 2013, mayoritas petani tidak dapat menamatkan pendidikan sekolah dasar (Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik). Sebenarnya presentase sarjana pertanian kita lebih besar dibandingkan negara berkembang lain, bahkan negara maju. Menurut data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2011, jumlah sarjana pertanian—termasuk perikanan dan peternakan—sebanyak 3,32 persen dari total lulusan sarjana. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 34.000 lulusan. Namun, realita saat ini menunjukkan rendahnya minat sarjana pertanian untuk menjadi petani.
pendidikan sumber daya manusia petani yang rendah. Dari jumlah 26,14 juta petani di tahun 2013, mayoritas petani tidak dapat menamatkan pendidikan sekolah dasar (Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik). Sebenarnya presentase sarjana pertanian kita lebih besar dibandingkan negara berkembang lain, bahkan negara maju. Menurut data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2011, jumlah sarjana pertanian—termasuk perikanan dan peternakan—sebanyak 3,32 persen dari total lulusan sarjana. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 34.000 lulusan. Namun, realita saat ini menunjukkan rendahnya minat sarjana pertanian untuk menjadi petani.
Tingkat
pendidikan mempengaruhi kualitas modal manusia melalui daya serap perkembangan
teknologi. Analoginya petani dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan
mengadopsi metode bertani yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas. Penggunaan
pupuk kimia dan pestisida secara efisien untuk menekan biaya produksi. Jarak
tanam yang tidak terlalu padat untuk mempermudah perawatan tanaman dan mengendalikan
hama penyakit. Selain meningkatkan produktivitas, metode bertani yang baik juga
turut menjaga kelestarian ekosistem pertanian bagi generasi masa depan.
Meskipun
termasuk negara agraris, profesi petani dipersepsikan sebagai profesi strata rendahan
dengan masa depan tidak menjanjikan. Menjadi petani bukanlah profesi yang dapat
dibanggakan. Pendapatan yang diperoleh sedikit dan sifatnya tidak pasti karena
sangat bergantung dengan kondisi alam. Petani diidentikkan sebagai kelompok masyarakan
yang kurang mampu secara ekonomi. Selain itu, petani sangat jauh dari
kekuasaan. Kondisi di masa kolonial membuktikan bahwa petani adalah kelompok
tertindas yang bekerja untuk memenuhi kepentingan penguasa. Bahkan di saat itu,
tanaman yang dibudidayakan ditentukan dan dibeli dengan harga murah oleh
penguasa.
Pada
tahun 2020-2030, Indonesia diramalkan
menikmati bonus demografi. Pada periode tersebut struktur penduduk memasuki
masa-masa keemasan dimana jumlah usia produktif (15-64
tahun) lebih besar dibandingkan usia non produktif (di bawah 15 tahun maupun di
atas 65 tahun). Bagi sektor pertanian, bonus demografi merupakan momentum untuk
melakukan regenerasi petani dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Sarjana
pertanian di tahun 2025 diramalkan akan mencapai 5.536.000 orang. Mereka
merupakan sumber daya manusia yang potensial bagi regenerasi petani. Namun, untuk
mewujudkan hal itu diperlukan perubahan persepsi terhadap profesi petani serta
dorongan yang lebih agar sarjana pertanian berminat menjadi petani.
Pendidikan
merupakan salah satu jalan untuk mengubah persepsi terhadap profesi petani. Mulai
dari usia dini, anak-anak dipahamkan akan nilai-nilai luhur profesi petani serta
pentingnya pertanian bagi kehidupan manusia. Usia dini merupakan masa kritis
dimana pemahaman dasar dan karakter diri dibangun. Anak-anak memiliki kemampuan
untuk belajar dan menyerap informasi dengan sangat cepat. Pembelajaran langsung seperti praktek
bertanam dan study tour dapat menjadi cara yang efektif mengenalkan
dunia pertanian. Melihat dan merasakan secara langsung dapat menjadi pengalaman
yang melekat kuat dalam pikiran anak-anak. Sungguh membanggakan apabila dijumpai
anak yang bercita-cita menjadi petani. Jika semua anak bercita-cita menjadi
dokter atau pilot, lantas siapa yang akan menanam padi?
Perguruan
tinggi berperan membangun rasa optimisme mahasiswa pertanian untuk menjadi
petani setelah menyelesaikan studi. Untuk itu, perlu dirancang kurikulum pembelajaran
yang mana memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk lebih banyak berinteraksi
dengan sektor pertanian. Misalnya, menambah kegiatan studi lapangan. Perkuliahan
tidak hanya dilakukan di dalam kelas dan menggunakan sumber informasi dari
buku. Mata kuliah kewirausahaan perlu mendapat perhatian khusus karena erat
hubungannya dengan usaha tani. Petani dapat disebut sebagai salah satu bentuk
wirausaha.
Perguruan
tinggi juga dapat membentuk kemitraan dengan petani untuk melakukan pemberdayaan.
Pelibatan dalam pemberdayaan petani akan membantu mahasiswa untuk lebih memahami
permasalahan sektor pertanian. Berbekal ilmu yang diperoleh selama perkuliahan,
mahasiswa diharapkan turut serta merumuskan solusi dari permasalahan yang
sedang dihadapi. Keberhasilan dalam pemberdayaan tidak hanya berdampak positif
bagi petani mitra, tetapi juga turut mengubah persepsi bahwa masa depan
pertanian tidak menjanjikan.
Banyaknya
program studi dalam fakultas pertanian turut menjadi permasalahan. Niat awalnya,
beragam program studi dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan dengan spesifikasi
keilmuan. Namun, hal itu malah memunculkan ego sektoral antar mahasiswa program
studi. Hal tersebut seolah-olah memperlakukan pertanian memerlukan banyak
keilmuan. Idealnya, sarjana pertanian menguasai dasar-dasar dalam bertani
secara keseluruhan, mulai dari persiapan lahan, perawatan, pemanenan dan
penjualan. Maka dari itu, program studi dengan kajian keilmuan yang berdekatan
perlu di-merger.
Peran
pemerintah dalam mendorong sarjana pertanian untuk menjadi petani tidak dapat
dikesampingkan. Studi yang dilakukan Andre Mason (2005) menemukan bahwa
keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi sangat bergantung pada
kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, kebijakan yang berkaitan dengan pertanian
harus lebih mengutamakan petani, bukan market oriented seperti saat ini.
Subsidi terhadap input produksi seperti pupuk, pestisida serta benih perlu ditingkatkan
dan diawasi distribusinya agar tepat sasaran. Tanah sebagai modal produksi
utama dalam pertanian harus dapat disediakan oleh pemerintah. Pembukaan lahan
pertanian baru, terutama di luar pulau Jawa, perlu dilakukan secara intensif.
Selain juga untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan pertanian.
Bonus
demografi akan menguntungkan pembangunan jika tersedia lapangan kerja yang
cukup bagi pertambahan penduduk usia produktif. Menyediakan lapangan kerja
merupakan salah satu tugas penting yang harus dilakukan oleh pemerintah. Agroindustri
yang berhubungan dengan pengolahan produk pertanian perlu untuk dikembangkan.
Selain menyerap banyak tenaga kerja, mengembangkan agroindustri akan memberikan
multi player effect berupa peningkatan permintaan produk pertanian
sebagai bahan baku. Petani akan terdorong untuk meningkatkan produksi guna mencukupi
permintaan. Tingginya permintaan juga akan meningkatkan harga jual produk
pertanian. Untuk itu, pemerintah seharusnya tidak terlalu bergantung pada impor
produk pertanian dan lebih berusaha meningkatkan produksi dalam negeri.
Bonus
demografi disadari sebagai peluang sekaligus ancaman terhadap pembangunan
nasional, tidak terkecuali sektor pertanian. Sumber daya manusia petani dengan
kualitas pendidikan yang baik merupakan faktor penting yang perlu dipersiapkan.
Didiperlukan program yang secara sistematis meningkatkan minat sarjana
pertanian untuk menjadi petani. Paradigma bahwa sarjana pertanian hanya sebagai
batu loncatan untuk berkarir di sektor lain harus mulai dirubah.
0 komentar:
Post a Comment