Pemanasan global (dalam bahasa Inggris Global Warming) karena produksi berlebih gas rumah kaca, seperti CH4, CO2dan N2O, menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang secara langsung mengakibatkan distribusi air menjadi tidak menentu dan sulit diprediksi. Hal ini
menyebabkan terjadinya kelangkaan maupun kelebihan air yang masing-masing menyebabkan kekeringan dan banjir terutama di lahan pertanian. Effisiensi irigasi tanpa penerapan teknologi sangat rendah, yaitu antara 30-50 persen. Aplikasi irigasi yang berlebih akan menyebabkan sebagian besar air irigasi terbuang baik sebagai excess run off, evaporasi dan transpirasi (20-30 %), maupun perkolasi (30-40 %). Penerapan teknologi manajemen sumber daya air mampu meningkatkan efisiensi sampai dengan 80 persen, akan tetapi hal ini sulit diterapkan karena tingkat pendidikan petani yang relatif rendah mempengaruhi tingkat komitmen petani dalam penerapan teknologi manajemen sumber daya air yang ada.
Alternatif lain peningkatan efisiensi penggunaan
irigasi pada lahan pertanian adalah dengan aplikasi teknologi polimer. Hidrogel
merupakan polimer yang mampu menyerap dan melepas air tergantung stimulan eksternal
yang diterima seperti pH, suhu dan kelembaban media aplikasinya. Hidrogel
pertama kali diaplikasikan di lahan pertanian pada tahun 80-an dan terbukti
mampu meningkatkan kapasitas tampung air pada tanah yang secara langsung dapat
meningkatkan efisiensi irigasi sekaligus mencegah proses erosi.
Di Indonesia,
penelitian tentang hidrogel sebagai super absorbent masih terbatas pada
tahap sintesis. Dua teknik sintesis hidrogel yang sering digunakan adalah
teknik kopolimerisasi cangkok dan iradiasi sinar gamma dengan bahan utama
antara lain carboxymethyl cellulose, acrylamide, alginate dan
chitosan. Teknik iradiasi sinar gamma dengan menggunakan bahan Poly(Acrylamide-co-Acrylic
Acid) dapat menghasilkan hidrogel dengan kapasitas serap sampai dengan 350
kali bobot keringnya. Di bidang pertanian, hidrogel diaplikasikan terbatas pada
budidaya tanaman hias, sedangkan aplikasi secara massal untuk efisensi irigasi
di lahan pertanian tanaman pangan belum ada. Hidrogel memiliki potensi besar
untuk diaplikasikan di lahan pertanian terutama di lahan kering, akan tetapi
aplikasi secara menyeluruh belum dapat dilakukan karena permasalahan tingginya
biaya produksi dan mudahnya hidrogel terdegradasi di dalam tanah, sehingga
tidak menghasilkan peningkatan efisiensi irigasi yang signifikan.
1
Dalam dunia
industri, hidrogel disintesis menggunakan polimer tiruan yang diproduksi dari
monomer acrylic (termasuk acrilic acid dan acrylamide)
sebagai material utama. Akan tetapi karena isu ekonomis dan lingkungan,
penelitian lanjutan kemudian lebih diarahkan untuk menggunakan bahan utama
polimer alami yang bersifat abundant, biocampitible dan biodegradable;
termasuk di dalamnya adalah chitin
(chitosan), selulosa, pati dan getah alam,
seperti xantan, guar dan alginate.
Di bidang pertanian, khususnya sumber daya lahan,
teknologi polimer terutama diaplikasikan untuk perbaikan sifat-sifat fisik
tanah yaitu untuk peningkatan retensi air dalam tanah yang mengakibatkan
peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi, peningkatan permeabilitas tanah
dan laju infiltrasi, pengurangan erosi, peningkatan performa tanaman dan
sebagai perantara pestisida. Terdapat dua jenis polimer yang digunakan untuk
peningkatan sumber daya lahan pertanian yaitu kondisioner tanah dan hidrogel.
Kondisioner
tanah merupakan polimer yang bersifat larut air. Polimer yang termasuk dalam
golongan ini adalah poly(ethylene glycol), poly(vinyl alcohol), polyacrylates,
polyacrylamidedan poly(vinyl acetate-alt-maleic anhydride). Secara umum
material tersebut disintesis dengan metode polimerisasi radikal bebas, kecuali poly(ethylene
glycol). Kondisioner tanah memiliki kelebihan diantaranya mampu meningkatkan
aerasi tanah sehingga meningkatkan aktivitas mikrobial, menunda proses
pelarutan pupuk dan meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman. Akan tetapi
karena bersifat larut air, implementasi teknologi ini menjadi tidak ekonomis.
Hidrogel
merupakan jaringan makro molekul yang mampu menyerap dan melepas air secara
reversibel berdasarkan stimulan eksternal. Tidak seperti kondisioner tanah yang
hanya membentuk jaringan linier sehingga bersifat larut air, hidrogel mempunyai
jaringan tersilang kait (cross linked) yang apabila terkena air akan
membentuk suatu jaringan makromolekul tiga dimensi dengan kemampuan menyerap
air yang jauh melebihi berat atau volumenya sendiri (atau biasa disebut super
absorbent material) dan tidak larut air. Pada tahun 1990, Wang dan
Gregg (Tung et al., 1990), dalam penelitiannya tentang perbandingan
beberapa produk hidrogel, menyebutkan bahwa secara umum hidrogel mampu menyerap
air terdistilasi sampai dengan 500 kali dari berat volume keringnya. Pada
kondisi tertentu hidrogel mampu melepas air tersimpan untuk kemudian
dikembalikan ke media asalnya, yaitu tanah.
Berdasarkan unit monomer
yang terkandung dalam struktur kimianya, hidrogel untuk aplikasi di bidang
pertanian terbagi menjadi tiga tipe yaitu: (1) selulosa-polyacrylonitrile (PAN)
terhidrolisis, (2) polyacrylates dan polyacrylamide yang tersilang-kaitdan
(3) kopolimer yang terdiri atas polyacrylamides yang tersilang-kait dan acrylamide-acrylate
yang tersilang kait, yang mengandung unit acrylamide. Sedangkan
berdasarkan keberadaan muatan listrik pada tipe rantai kait-silangnya, hidrogel
dapat dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: Pertama, non ionik (tanpa muatan
listrik). Kedua, ionik (meliputi anionik dan kationik). Ketiga,
ampolitik (mengandung basa dan asam). Keempat, zwitter ionik (mengandung
anion dan kation di setiap unit struktur berulangnya).
Penerapan
hidrogel di lahan pertanian terbukti mampu meningkatkan retensi air dalam tanah
karena air yang terbuang di luar zona perakaran mampu diserap oleh material
hidrogel dan kemudian dapat digunakan kembali sampai dengan 95% dari air yang
tersimpan dalam material ini. Proses inilah yang kemudian secara teoritis mampu
meningkatkan efisiensi irigasi, karena air yang terbuang menjadi run off
dapat disimpan sementara untuk kemudian digunakan kembali oleh tanaman pada
saat dibutuhkan. Selain itu, aplikasi hidrogel juga mampu meningkatkan
kelembaban tanah, menurunkan cekaman air, yang kemudian meningkatkan performa
tumbuh tanaman. Efek positif lain dengan diminimalisasikannya run off
adalah peningkatan efisiensi penggunaan pupuk pada tanaman. Untuk mendapatkan
hasil serapan optimal, hidrogel dapat diaplikasikan di wilayah zona perakaran
di bawah permukaan tanah.
Hidrogel secara umum memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepas air.
Pada saat terjadi kontak dengan air, grup hidrofilik yang bersifat polar dari
hidrogel merupakan bagian awal yang akan terhidrasi oleh molekul air yang
menyebabkan pembentukan ikatan primer. Proses pembentukan ikatan primer ini
dapat terjadi karena adanya struktur rongga berukuran nano (nanocavity)
pada jaringan polimer hidrogel yang memungkinkan terjadinya ikatan hidrogel
antara molekul air dan grup polar hidrogel. Proses ini akan menyebabkan
hidrogel secara struktur membengkak (swells) dan berakibat terbukanya
struktur hidrogel yang bersifat hidrofobik yang juga memiliki kemampuan untuk
mengikat air, sehingga terbentuk ikatan sekunder. Total jumlah air terikat oleh
ikatan primer dan sekunder disebut juga sebagai total bound water
(Gulrezet al., 2011). Selain oleh ikatan primer dan sekunder, air juga dapat
diserap melalui gaya osmosis sampai tercapainya titik kesetimbangan (equilibrium
level).
Proses
pelepasan air terserap dalam struktur hidrogel dapat terjadi apabila kestabilan
ikatan antara air dan struktur hidrogel yang terbentuk selama proses penyerapan
terganggu. Beberapa stimulan luar yang dapat mengganggu stabilitas ikatan
struktural hidrogel dan air meliputi perbedaan temperatur, tekanan, kelembaban
dan derajat keasaman dari media aplikasinya, serta juga bisa diakibatkan karena
hadirnya bahan kimia lain.
Dapat
dikatakan demikian, hidrogel merupakan satu produk teknologi polimer yang mempunyai
struktur tiga dimensi yang mampu menyerap atau melepas air berdasarkan stimulan
eksternal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi hidrogel di bidang
pertanian mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi dan mengurangi
tingkat erosi secara signifikan. Selain itu, hidrogel juga dapat dijadikan
media transfer untuk aplikasi pelepasan terkontrol pupuk dan atau pestisida.
Isu utama penerapan hidrogel di bidang pertanian adalah belum diketahuinya
tingkat toksisitas hidrogel terhadap lingkungan dan juga biaya produksinya,
tentu hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut ke depannya. Penggunaan
material polimer alami yang terbukti biodegradable melalui pendekatan
sintesis secara bottom-up dapat menjadi alternatif aplikasi
hidrogel yang mudah, murah, biocompatible dan aplikatif untuk tujuan
peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya air dalam menghadapi kelangkaan
air karena perubahan iklim global.
0 komentar:
Post a Comment