Info seputar pangan nasional dan dunia

Pendidikan Non Formal yang Komperhensif bagi Petani di Pedesaan.



         

         Kebutuhan akan pangan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi hampir setiap negara, termasuk Indonesia. Sayangnya hal tersebut tidak didukung dengan kualitas dan
kuantitas dari produk hasil pertanian yang ada di Indonesia.Hingga saat ini Indonesia masih aktif dalam kegiatan impor bahan pangan.Padahal sesungguhnya potensi pertanian yang terdapat di Indonesia masih sangatlah besar.Hal ini dikarenakan kegiatan pertanian kita yang masih memiliki banyak kekurangan dan mengalami banyak permasalahan, mulai dari iklim yang tak menentu hingga produk pertanian kita yang masih belum dikemas dengan baik.Permasalahan ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani tentang kegiatan pertanian yang mampu memberikan produktivitas hasil pertanian yang baik; ramah terhadap lingkungan dan mampu menjaga kondisi tanahsehingga dapat terus dipakai secara berkelanjutan.
            Salah satu cara yang dapat kita lakukan selaku kalangan berpendidikan adalah memberikan pendidikan keahlian mengenai dasar-dasar kegiatan pertanian yang mampu memberikan kualitas panen yang baik dengan jumlah besar, namun tetap mampu menjaga lingkungan, terutama kondisi tanah agar tetap dapat digunakan secara berkelanjutan. Dengan pendidikan ini diharapkan dapat menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan produktivitas dari usaha tani tersebut.
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu usaha pertanian.Faktor-faktor itu dapat berasal dari luar maupun. Adapun faktor dari dalam suatu usaha tani menurut Gitosudarmo (1990), adalah:
1.      Pendidikan Formal
2.      Pendidikan Non Formal
3.      Umur Petani
4.      Jumlah Tanggungan Petani
Sedangkan faktor dari luar adalah:
1.      Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi
2.      Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usaha tani
3.      Fasilitas Kredit
4.      Sarana penyuluhan bagi petani
5.      Iklim dan drainase
Dari faktor-faktor tersebut, yang perlu digarisbawahi adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, dan sarana penyuluhan bagi petani. Hasan (2000), mengatakan petani yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam mengadopsi teknologi jika dibandingkan  dengan pendidikan yang rendah. Petani di Indonesia sendiri masih banyak yang berpendidikan rendah dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi.Sehingga hal itu mempengaruhi petani di Indonesia yang masih kurang memahami penggunaan teknologi dalam kegiatan pertanian.Oleh karena itu yang perlu kita lakukan adalah memberikan pendidikan non formal berupa pelatihan kepada petani di Indonesia agar dapat meningkatkan kualitas kegiatan pertanian mereka.
Pemerintah melalui Departemen Petanian sebenarnya telah mengeluarkan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) untuk meningkatkan produksi pertanian. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor 01/Kpts/HK.310/C/I/2008 tentangPeningkatan Produksi dan Produktivitas Padi melalui pelaksanaan SL-PTT, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan salah satu wujudkepedulian pemerintah dalam mendorong program pembangunan pertanian yangditujukan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dan sebagai tempatbelajar petani atau kelompok tani dalam penerapan budidaya sesuai spesifik lokalitas (Novia, 2011: 49).
SL-PTT tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajar dapat dilakukan di saung atau di gubug pertemuan petani dan tempat-tempat lain yang berdekatan dengan lahan belajar.Dalam kegiatan SL-PTT terdapat satu Laboratorium Lapang yang merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai tempat pengelolaan bagi petani anggota kelompok tani agar dapat melaksanakan seluruh tahapan SL-PTT pada lahan tersebut (Yanuarto, 2011: 20).
Program SL-PTT bisa dibilang merupakan sebuah terobosan dari pemerintah, khususnya kementerian pertanian dalam meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia melalui pendidikan keahlian kepada petani. Dalam satu penelitian membuktikan bahwa sebelum metode SL-PTT dilaksanakan, dalam 1 Ha lahan pertanian dihasilkan 7 ton padi, maka setelah adanya metode SL-PTT mengalami peningkatan 1.687 ton dalam 1 Ha, menjadi 8.687 ton dan dengan adanya metode SL-PTTpendapatan petani juga meningkat sebesar Rp 19.114.400,-/ha dari sebelumnya yang sebesarRp 15.400.000,-/ha (Rintayani, 2010: 9).
Meski telah memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas dalam bidang pertanian, di sini kita juga perlu memastikan agar tidak hanya masyarakat yang memang telah berprofesi sebagai petani yang mendapatkan pengetahuan pertanian melalui program ini, tetapi juga para pemuda, khususnya mereka yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi agar ikut serta menjalani program pendidikan pertanian non formal ini. Sehingga melalui program pendidikan ini, kita dapat mempersiapkan generasi masa depan yang turut aktif dalam meningkatkan kualitas pertanian kita, mengingat sektor pertanian saat inimasih  kurang diminati oleh pemuda di Indonesia.
Kekurangan lain yang ditemukan dalam program ini ialahmasih kurangnya isi dari materi yang diberikan. Seperti pada komponen teknologi yang diterapkan pada SL-PTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Komponen teknologi yang diterapkan di sanaterdiri dari varietas unggul, bibit muda, jumlah bibit, sistem tanam, pemeliharaan, dan panen tepat waktu (Yanuarto, 2011: 16-20). Materi yang diberikan hanya terfokus pada praktik pada budidaya tanamannya dan belum menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan setelah proses panen. Padahal sesungguhnya kegiatan pasca panen merupakan aspek penting agar produk hasil panen dapat tahan lama dan memiliki harga jual yang tinggi.Oleh karena itu, dalam program ini diperlukan pemberian materi tentang kegiatan pertanian pasca panen mulai dari perlndungan hasil panen, pengemasan produk hasil panen hingga pemasaran hasil panen.
Pemberian materi sebaiknya tidak hanya terfokus pada praktik di lahan saja, melainkan juga melalui pendidikan teoritis di kelas.Pemberian materi-materi teoritis mengenai nilai-nilai dalam bidang pertanian juga diperlukan.Salah satu materi teori yang tidak boleh dilupakan adalah materi tentang pentingnya perkoperasian dalam kegiatan pertanian.Sehingga melalui kegiatan ini kita tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi juga ikut mewujudkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.Selain itu, diperlukan pendidikan filosofis yang dapat mengubah pola pikir masyarakat petani menjadi lebih terbuka. Pendidikan filosofis, seperti etika lingkungan juga penting agar kegiatan pertanian tidak hanya berfokus pada keuntungan semata melainkan juga memperhatikan aspek lain seperti sosial, budaya dan lingkungan hidup sekitar. Sehingga apabila mereka telah mengikuti program tersebut, mereka mampu mewujudkan kegiatan pertanian yang seimbang antara ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.
Selain itu, untuk mendukung kegiatan ini, pendidikan dasar seperti baca, tulis dan hitung juga dapat menjadi materi opsional yang akan diberikan apabila petani yang bersangkutan belum bisa membaca dan menulis. Hal ini selain bertujuan untuk mendasari kegiatan pendidikan formal ini, juga menjadi sarana dalam pemberantasan buta aksara di Indonesia yang kebanyakan berasal dari masyarakat pedesaan.Sehingga dalam kegiatan ini kita mampu memberdayakan masyarakat pedesaan di Indonesia yang kebanyakan berprofesi sebagai petani.
Dari pemaparan di atas Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan terobosan yang besar bagi dunia pertanian, sehingga diharapkan civitas akademika dari fakultas pertanian seluruh perguruan tinggi di Indonesia dapat turut aktif dalam mendukung program ini dengan menjadi fasilitator di lapangan. Selain itu diharapkan melalui program pendidikan formal ini, juga dapat menjadi sarana penerapan hasil penelitian dalam bidang pertanian,sehingga dapat diterapkan langsung oleh petani di Indonesia, mengingat hingga saat ini banyak  penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian kebanyakan hanya menjadi karya tulis yang menjadi pajangan di perpustakaan tanpa diterapkan langsung di lapangan. Di sini peran mahasiswa diperlukan untuk menambah sumber daya manusia yang aktif bergerak dalam program ini.Mahasiswa diharapkan dapat terjun langsung ke masyarakat melalui program pendidikan formal ini, sehingga dapat mewujudkan kegiatan pertanian yang produktif dan juga berkelanjutan di Indonesia.
Share:

1 komentar:

  1. $ 2 Miliar Sudah Didanai. Dapatkan antara $ 5K hingga $ 5M untuk Bisnis Anda. Ajukan Sekarang! Membantu +225.000 Bisnis Kecil Mendanai Mimpi Mereka. Pendanaan 24 Jam. Tanpa Biaya Tersembunyi. Pinjaman Usaha Kecil. Aplikasi Bebas Kerumitan.Hubungi kami [Atlasloan@protonmail.ch, +1 (443) 345-9339]

    ReplyDelete

Kabar Pangan. Powered by Blogger.

Blog Archive