Salah satu arah kebijakan pemerintah melalui
kementerian pertanian RI tahun 2015-2019 melalui strateginya yakni penguatan
dan peningkatan kapasitas SDM pertanian. Hal tersbut tertuang
dalam RENSTRA (Rencana Strategis) Kementerian Pertanian RI tahun 2015-2019. Dalam penjabarannya, SDM yang dimaksud dalam rencana strategis pemerintah melalui Kementerian Pertanian tersebut adalah komponen non-aparatur, aparatur pemerintahan, lembaga petani pedesaan. Komponen SDM non-aparatur diantaranya adalah petani/tenaga kerja pertanian dan pelaku usaha pertanian lainnya. Komponen SDM dari aparatur pemerintah terdiri atas komponen strukturalnya ataupun fungsionalnya yang berperan sebagai fasilitator, motivator, dan dinaisator dalam rangka pengembangan pertanian. Komponen SDM lembaga petani pedesaan seperti, kelompok tani, koperasi dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) (KEMENTAN, 2015). Oleh karena itu keempat komponen tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya edukasi terhadap petani.
dalam RENSTRA (Rencana Strategis) Kementerian Pertanian RI tahun 2015-2019. Dalam penjabarannya, SDM yang dimaksud dalam rencana strategis pemerintah melalui Kementerian Pertanian tersebut adalah komponen non-aparatur, aparatur pemerintahan, lembaga petani pedesaan. Komponen SDM non-aparatur diantaranya adalah petani/tenaga kerja pertanian dan pelaku usaha pertanian lainnya. Komponen SDM dari aparatur pemerintah terdiri atas komponen strukturalnya ataupun fungsionalnya yang berperan sebagai fasilitator, motivator, dan dinaisator dalam rangka pengembangan pertanian. Komponen SDM lembaga petani pedesaan seperti, kelompok tani, koperasi dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) (KEMENTAN, 2015). Oleh karena itu keempat komponen tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya edukasi terhadap petani.
Semua rencana strategis dalam rangka mengedukasi
petani diatas, komponennya telah terkonsep sebelumnya namun dalam aplikasi
dilapangan diperlukan berbagai masukan dan evaluasi untuk perbaikan kedepannya.
Hal yang penting untuk dilakukan dalam upaya memaksimalkan program pengembangan
edukasi petani adalah dengan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan programnnya
baik dari sisi aparatur pemerintah itu sendiri maupun non aparatur yakni dari
sisi petani. Data dari BPPSDMP (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian) menunjukkan bahwa target jumlah SDM penyuluh pertanian baik PNS,
THL-TBPP, maupun penyuluh swadaya saat ini ada 47.949 orang dan tersebar di 414
Kab/Kota di Indonesia. Hal ini tidaklah cukup samapai pada sebuah rencana strategis
saja namun memerlukan langkah-langkah pelaksanaan yang tepat untuk tercapainya
target eduakasi petani tersebut.
Hingga saat ini pun aparatur pemerintah maupun
petani masih memiiki kendala – kendala yang harus diselesaikan secara
bersama-sama karena kedua komponen ini saling terintegrasi. Kendala tersebut
dianataranya adalah belum optimalnya peran dan fungsi Balai Penyuluhan
Pertanian Kecamatan (BP3K); tenaga penyuluh pertanian masih kurang berikut juga
dengan kompetensinya; masih rendahnya kapasitas petani dan juga kelembgaannya;
belum optimalnya sistem internalisasi inovasi dan teknologi; belum terpenuhinya
pelatihan aparatur pemerintah maupun non pemerintah; belum terbukanya kerjasama
yang masif antara stakeholder pemerintah, petani dan perguruan tinggi dalam
rangka pengembangan teknologi. Beberapa hal diataslah yang terkadang
menyebabkan terhambatnya edukasi petani di Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan langkah strategis edukasi pertani yang saling terintegrasi dari
semua stakeholder yang terlibat baik itu dari aparatur, non-aparatur, maupun
kelembagaan pertanian seperti kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
Franz,
Nancy K (2009) menuliskan dalam sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Virginia State University bahwa urutan edukasi
pertanian yang disukai oleh petani yang adalah terjun langsung bersama petani (hands-on ) 99 %, melakukan demonstrasi
96%, kunjungan lapang 94 %, event
hari turun lapang 88 %, diskusi bersama 87%, dan sharing personal atau individu 85%. Jika dilihat memang secara
wilayah virginia dan Indonesai memiliki perbedaan. Akan tetapi dari sisi
psikologi petani Indonesia memiliki ciri yang sama dengan negara Virginia
tersebut. Hal itu dikarenakan petani Indonesia lebih menerima saat pemeberi
edukasi memberikan contoh langsung ketika dilapangan. Oleh karena itu priotitas
utama dalam program edukasi petani melalui penyuluhan seharusnya tidak hanya
sifatnya berdikusi satu arah akan tetapi pendampingan langsung dan praktek
bersama dilapangan dengan sudah ada contoh sebelumnya. Hal tersebutlah yang
akan meningkatkan keyakninan petani dalam rangka menerapkan metode yang paling
baik untuk lahan miliknya. Tentu saja hal tersebut diakibatkan karena sebagian
besar petani masih takut dengan kegagalan ketika mencoba hal baru yang belum
pernah dilakukan sebelumnya.
Oleh
karena itu pendekatan dalam rangka mengedukasi petani agar mejadi lebih baik
yakni melalui berbagi ide dan tanggung jawab, berbagai pengetahuan dan
pengalaman serta berbagi hasil yang didapatkan. Dalam rangka berbagi ide dan
tanggung jawab tersebut hal yang dilakukan yakni melalui pembuatan proyek
bersama dari ide bersama dengan mengimplementasikan sumber daya lokal,
menyiapkan penyuluh handal dan ada monitoring dan evaluasi bersama. Ide dan
tanggung jawab bersama itu terbentuk dari kebutuhan petani untuk meningkatkan
pertaniannya. Kemudian dengan sumber daya lokal disipakan penyulih handal yang
seblumnya sudah dilatih di lembaga penyuluhan terbaik untuk disiapkan memnuhi
kuota kebutuhan setiap kecamatan dari 414 Kab/Kota yang menjadi target. Yang
paling penting tentunya adalah mekanisme monitoring dan evaluasi yang dilakukan
secara berkala untuk senantiasa memantau perkembangan edukasi petani tersebut.
Setelah
tahap satu dilkasnakn dengan baik, kemudian langkah kedua adalah membagi ilmu
pengetahian dan pengalaman. Petani Indonesia sebenarnya sangat suka saat ada
momen untuk saling berbagai ilmu dan pengalaman. Tentu saja hal ini bisa
dilakukan oleh penyuluh itu sendiri, petani sukses ataupun dari akademisi.
Sarana yang dapat dilakukan yakni melalui pelatihan langsung kepada petani itu
sendiri dari penyuluh atau akademisi, melalui keluarga petani, dan melalui
kesempatan lain. Pelatihan langsung kepada petani ini bisa dilakukan dengan
cara mementuk kelompok tani lalu memberikan penyuluhan langsung kepada kelompok
teresbut, bisa juga melalui antar petani yakni petani sukses berbagi kepada
petani lainnya, demonstrasi langsung melalui lahan percobaan, dan gabungan
kelompok tani. Pelatihan melalui keluarga yakni melaui kunjugan langsung ke
rumah-rumah petani dan juga isrti serta anak petani agar bisa mengedukasi
kepala keluarga yang notabene adalah petani. Kemudian pelatihan melalui
kesempatan lain misalnya saat pertemuan desa atau pengajian bisa diselipkan
pesan untuk mengembangkan pertanian mealui metode yang sudah disarankan oleh
penyuluh. Dengan demikian setiap saran diharapkan mampu memberian sharing ilmu dan pengalaman yang berguna
bagi petani.
Pendekatan
yang ketiga yakni berbagi hasil dari program yang telah dilaksanakan, Hal
tersebu dilakuakan malalui monitoring dan evaluasi berjenjang. Setiap kali
selesai melakasanakn monitoring dan evaluasi akan diperoleh hasil yang akan
diperbaiki dari saran petani maupun pihak terkait seperti penyuluh dan yang
lainnya sehingga target penyuluh 47.949
tersebut bisa terealisasi dan bermanafaat kepada petani karena dalam
lingkungan petani sangat dinamis. Oleh karena itu dalam rangka mengedukasi
petani harus senantiasa terprogram dnegan sistematis terukur dan tepantau
setiap perkembangannya sehingga makin menyejahterakan petani Indoensia.
0 komentar:
Post a Comment